MUSI RAWAS, Petira – Konsistensi Sunardi Karim dalam membela hak-hak masyarakat desa muara megang dan sekitarnya atas kepemilikan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun, sehingga acap kali Sunardi karim tampil memimpin langsung masyarakat di desanya memperjuangkan hak atas kepemilikan tanah melawan pihak korporasi yang juga mengklaim kepemilikan HGU lahan perkebunan yang menyerobot lahan masyarakat termasuk lahan Sunardi Karim.
Dalam secarik kertas yang ditulis tangan oleh Sunardi Karim, ia menceritakan sedikit kronologis lahan miliknya. Lahan yang merupakan warisan dari orang tuanya itu seluas kurang lebih 21 ha di beberapa titik. pernah di ukur oleh pihak PT. Lonsum untuk pembebasan lahan dan sekitar 14 ha yang sudah diganti rugi dengan pembayaran dua tahap. Lahan yang 7 ha lagi blm ada ganti rugi dengan alasan kepanikan tanah tumpang tindih tanpa ada pembuktian.
Sehinga di tahun 2013 Sunardi Karim mengelola sendiri tanah nya untuk ditanami sawit (sekitar 4 hektar yang dikelola) dengan membeli bibit sawit sendiri, mendirikan pondok semi permanen dan aktivitasnya dikebun sering ia unggah di akun medsosnya sendiri hingga hari H kejadian ( Senin, 22 November 2021) penangkapan dirinya.
Setelah sekian lama ditangkap tanpa ada kepastian, pihak keluarga bersama kuasa hukumnya dari kantor hukum Grace Selly & Partner melaporkan kejadian ini dengan mempraperadilkan Polres Musi Rawas ke Pengadilan Negeri Lubuklinggau (26/11) karena diduga penangkapan Sunardi tidak sesuai SOP. Kepada awak media Grace Selly, SH menyatakan
“Gugatan praperadilan resmi kami daftarkan Jumat 26 November, mengingat kami nilai dan duga telah terjadi pelanggaran SOP terhadap penangkapan dan Penahanan seseorang selaku warga Negara yang mana hak-haknya juga diatur oleh Undang-Undang”
Peristiwa penangkapan Sunardi Karim CS ini menuai simpati publik dan dalam beberapa hari ini sempat viral di medsos karena ramainya pemberitaan yang mengangkat kasus ini. Dimana sebelumnya melalui wawancara via whatss app kasus penangkapan Sunardi ini dikecam oleh kalangan aktivis pegiat lingkungan dan Aktivis Agraria, diantaranya dari mantan ketua Walhi Sumsel Anwar Sadat, Aktivis JAMAN MURA Hijrah Alam Bintoro.
Kepada Petisirakyat.com (28/11) Sekjen Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan ( KRASS) yang juga Anggota Gugus Tugas Reforma Agraria ( GTRA) Sumsel Dedek Chaniago melalui sambungan telpon menyatakan
“ Kami turut prihatin. Atas peristiwa ini dan Diharapkan ditempuh jalur-jalur mediasi dan semaksimal mungkinl Negara harus hadir, jangan buru-buru (pihak korporasi ) memakai jalur hukum (main tangkap) sebab amanah dari konstitusi dan perpres nomor 86 tahun 2018 menjawab bagaimana negara hadir dalam penyelesaian sengketa kedua belah pihak itu, tidak bisa korporasi sewenang-wenang dengan menempuh jalur hukum, lebih spesifiknya silahkan buat pengaduan ke GTRA setempat atau GTRA Sumse dengan pengaduan itu negara semaksimal mungkin memilah sehingga ditempuh jalur mediasi, karna kita GTRA bisa memanggil pihak korporasi dan pihak masyarakat untuk menanyakan lebih jelas serta meluruskan persoalan ini. Maka kami menyarankan agar peristiwa ini dibuat pengaduan secara resmi kepada kami.” (Tim)