Oleh: Efran Heryadi
Wakil Ketua 1 PGRI Kab. Musi Rawas
Belum lekang dari ingatan kita bagaimana upaya Pemkab Musi Rawas mengantisipasi persebaran covid-19 saat memutuskan bahwa 4 desa di Bumi Lan Serasan Sekentenan ini, tidak diperbolehkan melaksanakan Sholat Idul Fitri 1442 Hijriah.
Kemudian, bagi desa yang diperbolehkan melaksanakan Sholat Ied baik di lapangan maupun di Masjid, Pemkab Musi Rawas sampai membuat edaran agar para jemaah tetap menjaga protokol kesehatan.
Bahkan, di Masjid Agung Darussalam yang terletak di jantung ibukota Kabupaten, penerapan prokes dilakukan secara ketat, termasuk panduan tata cara pelaksanaannya.
Pawai atau takbiran keliling tidak diperbolehkan. Begitu ekstra hati-hati Pemkab Musi Rawas melakukan ikhtiar preventif agar masyarakatnya terhindar dari bahaya Corona Virus.
Lebih dari satu tahun telah berlalu, sejak Indonesia dilanda pandemi Covid-19, namun sepertinya pandemi belum akan usai dalam waktu dekat. Kita tidak pernah tahu kapan wabah mematikan ini akan berlalu pergi.
Pemerintah pusat melalui Mendagri mengeluarkan Instruksi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19. Diperlukan langkah-langkah yang cepat, tepat, fokus, terpadu antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menyikapi kebijakan yang telah terbit untuk mencegah penyebaran Covid-19 di seluruh daerah.
Demikian Menteri Dalam Negeri memberi maklumat yang diikuti secara kesadaran penuh oleh pemda-pemda. Baik di tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota.
Begitu pula dengan institusi Polri. Kapolri dengan tegas mengeluarkan maklumat agar setiap kita kiranya mematuhi prokes kesehatan.
Semua itu memiliki tujuan yang sama untuk mencegah dan memutus rantai penyebaran virus corona.
Hari Kamis tanggal 20 Mei 2021, bertempat di Gedung Kesenian, Kota Lubuk Linggau, hampir 1.000-an peserta mengikuti kegiatan seminar “Menuju Rangking 1” yang diadakan oleh Yayasan Anak Negeri (YANI).
Kehebohan pun menyeruaklah. Lebih mengagetkan lagi bahwa kegiatan yang menimbulkan kerumunan dan prokes yang longgar ini, seperti dikutip dari beberapa media, bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kab. Musi Rawas.
Sontak berbagai elemen masyarakat, di antaranya para aktivis yang concern menyuarakan antisipasi bahaya Covid-19, hingga penggiat pendidikan dibuat berang oleh kegiatan yang pesertanya adalah para Kepsek, Wakasek, Wali Kelas, dan guru-guru dari PAUD, SD, hingga SMP se-Kab. Musi Rawas.
Mereka khawatir, di Kota Lubuk Linggau akan munculnya kluster baru persebaran Covid-19.
Kekhawatiran yang sangat beralasan, karena pandemi virus corona belumlah usai.
Kegeraman yang sangatlah wajar, karena kerumunan pada saat kegiatan seminar itu mencederai semangat penanganan Covid-19.
Padahal, masih terekam jelas, upaya Pemkot Lubuk Linggau bersama TNI dan Polri, selain memberikan himbauan kepada masyarakatnya agar tidak membuat kerumunan, hingga melakukan usaha nyata melakukan penyemprotan cairan disinfektan. Guna melindungi warganya dari infeksi, terpapar, dan tertular covid-19.
Sebagai orang yang bekerja di instansi Dinas Pendidikan Kab. Musi Rawas, sungguh penulis sangat menyayangkan kejadian ini. Sulit mengatakan bahwa Dinas Pendidikan Kab. Musi Rawas tidak terlibat.
Karena mulai dari surat rekomendasi dan surat undangan ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Kab. Musi Rawas. Bahkan, panitia yang mengurusi kegiatan seminar ini pun, mengutip dari berbagai media dimotori oleh Kabid dan Kasi salah satu bidang.
Hal yang lebih mengejutkan, bahwa berdasarkan keterangan beberapa peserta, alasan mereka mengikuti seminar di tengah pandemi ini, karena adanya Nota Dinas Bupati Musi Rawas dan rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan Kab. Musi Rawas.
Fakta yang penulis dapatkan, sebagai orang yang bekerja di instansi Dinas Pendidikan Kab. Musi Rawas, penulis tidak menemukan nota dinas Bupati yang dimaksud.
Tulisan ini juga sebagai klarifikasi dari penulis dan kawan-kawan pihak Dinas Pendidikan Kab. Musi Rawas. Penting penulis ungkapkan, bahwa tidak semua dari pegawai yang bekerja di Dinas Pendidikan terlibat dalam kegiatan ini. Sekadar mengetahui pun, mayoritas tidak.
Selain itu, tidaklah bijak menyalahkan peserta dan para undangan dalam konteks ini.
Andai ada orang yang mesti bertanggung jawab penulis kira adalah pejabat yang memobilisasi para peserta sehingga mereka berduyun-duyun menghadiri terlibat dalam kerumunan saat kegiatan seminar berlangsung.
Sungguh tidak memiliki kepekaan atas krisis. Padahal, sebagai pejabat pemerintah, harus mampu memetakan dan memikirkan respons terhadap peristiwa tersebut.
Mereka harus menjadi role model atas implementasi kebijakan prokes.
Berpijak dari hal tersebut di atas, penulis mengapresiasi keinginan baik dari rekan-rekan aktivis dan penggiat pendidikan untuk melaporkan kegiatan seminar di tengah pandemi ini kepada Gugus Tugas Penanganan Covid-19.
Karena sebagai pejabat pemerintah haruslah sensitif dengan situasi pandemi Virus Corona ini.
Mengingat pandemi mematikan ini belumlah usai.
Ke depan sebaiknya, agar kiranya kita dapat memetik hikmah dari kasus ini. Kegiatan tatap muka yang menimbulkan kerumunan, agar kiranya diganti dengan kegiatan secara virtual.
Sesuai dengan semangat yang dibangun saat peluncuran program Indonesia Makin Cakap Digital oleh Menkominfo, yang pada saat peluncurannya beberapa waktu yang lalu dihadiri oleh Presiden Jokowi, Mendagri, dan Mendikbud riset, dan teknolgi.